JIHAD TERHADAP HAWA NAFSU DAN TUJUH TINGKATAN NAFSU “

by January 25, 2024

Foto Ilustrasi memerangi Hawa Nafsu

Reportactual.com – Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa nafsu yang dapat dikendalikan disebut nafsu Muthmainah  (jiwa yang tenang).

Maka dalam ilmu tarekat, diwajibkan jihad memerangi hawa nafsu. Selajantunya Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub juga menjelaskan bahwa jihad itu dibagi ke dalam tiga macam.

  1. Jihad menghadapi orang-orang kafir, yaitu jihad lahir seperti yang ada dalam firman Allah Swt.

يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ

“Yang berjihad dijalan Allah” (Qs. Al-Maidah: 54).

  1. Jihad terhadap terhadap orang batil dengan memberikan pengertian dan hujjah (argumentasi), seperti firman Allah Swt:

وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ

“Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Qs. An-Nahl: 125).

  1. Jihad melawan hawa nafsu yang suka memerintahkan kejahatan, seperti firman Allah Swt

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69).

Nabi Muhammad saw. bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ

“Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya” (Diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr).

Dalam hadis Nabi saw. yang lain juga dijelaskan:

رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ

“Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar

(Kitab Mukasyafatul Qulub Al-Muqarribu Ilaa Hadhrati Allaamil Guyub, Dar Ghad Jadid, Al-Qaherah, 2009,  h 371).

Para Ulama telah membagi nafsu menjadi beberapa tingkatan. Dalam hal ini Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi dalam Tanwirul Al-Qulub, dilihat dari keterpengaruhannya oleh mujahadah, nafsu terdiri dari tujuh tingkatan;

  1. Nafsu Ammarah

Yaitu jiwa yang cenderung kepada tabiat badaniah, hewaniyah memerintahkan pemenuhan kesenangan-kesenangan syahwat yang terlarang menurut Syara’ serta menarik hati pada hal-hal yang hina. Nafsu ammarah ini merupakan tempat berbagai keburukan dan sumber akhlak tercela, sombong, tamak, syahwat, dengki, marah, bakhil dan dendam. Tingkatan ini merupakan Kondisi umum nafsu manusia sebelum mujahadah.

  1. Nafsu Lawwamah

Yaitu jiwa yang telah mendapatkan terang hati sehingga kadang-kadang menuruti kekuatan akal dan terkadang membangkang. Namun setelah membangkang itu ia merasakan penyesalan lalu mencela dirinya sendiri. Pada tingkatan ini menjadi sumber penyesalan tempat bermula hasrat nafsu, dari kelalaian dan tamak.

  1. Nafsu Mulhimah

Yakni jiwa yang telah diberi Ilham oleh Allah berupa ilmu tawadhu’qana’ah, dan sakha’ (kedermawanan). Dalam tingkatan ini jiwa menajdi pemancar kesabaran, kesanggupan menanggung derita dan syukur. Tapi ahwal hati masih belum mantap.

  1. Nafsu Muthamainah

Yaitu jiwa yang telah mendapat cahaya tajalli Ilahiyyah sehingga hati kosong dari sifat-sifat tercela lalu merasa nyaman dan tentram terhadap sifat-sifat Kamaliyah (kesempurnaan) Iman. Maqam-Nya tempat bermula kesempurnaan. Jika seorang salikin sudah menapakkan kakinya pada maqam ini, dia dianggap sebagai ahli Thariqah, karena keberpindahannya dari talwin (keterpilihan) kepada Tamkin (kemantapan Iman). Orang yang jiwanya telah sampai pada tingkatan ini akan mengalami sakr (mabuk ketuhanan). Padanya berhembus angin sepoi ketersambungan (wushul). Dia berbicara seperti biasa dengan sesama manusia sementara hatinya jauh dari mereka. Karena demikian kuat keterkaitannya kepada Allah Swt.

  1. Nafsu Radhiyah

Yaitu jiwa yang senantiasa ridla kepada Allah Swt. sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya, “dan merekapun ridla kepada-Nya” (Qs. Al-Bayyinah: 8). Pada tingkatan ini jiwa dalam kondisi berserah diri dan menikmati mabuk kerinduan kepada Allah. Sebagaimana terungkap sebuah syair:

Tambahi aku mabuk cinta kepada-Mu
Aku sungguh tergila-gila kepada Mu
Kasihkah hatiku dengan api cinta-Mu.
Keenam an-nafsu al-mardhiyah

  1. Nafsu Mardliyyah

Yaitu jiwa yang diridlai Allah Ta’ala dan jejak ridha-Nya itu muncul pada jiwanya dalam rupa karamah, keikhlasan, dan senantiasa zikir. Pada tingkatan ini seorang salikin menjejakkan kakinya yang pertama dalam ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah) dengan makrifat yang hakiki. Pada tingkatan ini muncul tajalli af’al (perbuatan Allah).

  1. Nafsu Kamilah

Yaitu jiwa yang padanya kesempurnaan hakikat makrifat telah menjadi tabiat dan wataknya. Dan dalam kesempurnaan ini ia terus taraqi (mendaki). Lalu ia diperintahkan untuk kembali kepada hamba-hamba Allah, untuk melakukan pertimbangan dan penyempurnaan terhadap mereka. Maqam jiwa pada tingkatan ini adalah maqam tajalli Asma dan Shifat. Sedangkan ahwal nya adalah al-Baqa’ billah berjalan dengan Allah kepada Allah kembali ke Allah dan menuju kepada Allah hingga lenyap ke Ahadiyat Dzat. Tiada tempat baginya selain Dia, dan ilmu-ilmunya diambil dari Allah seperti diungkapkan sebuah syair;

Dan setelah fana dalam Allah, jadilah sebagaimana engkau kendaki
Karena ilmu mu tiada mengandung kebodohan
Dan pun perbuatan mu tiada mengandung dosa.

(Kitab Tanwirul Al-Qulub fi Mu’amalah Allam Ghuyyub, Maktabah Al-Tawfikiyah, Al-Qaherah hal. 444).

Untuk mengalahkan nafsu dengan mengenali ajakan nafsu adalah dengan cara membedakan antara ajakan nafsu dengan ajakan Allah. Bagaimana cara mengenali ajaran nafsu tak ada jalan lain kecuali dengan memahami ajaran tauhid Irfani atau memahami hakikat wahdatul wujud dengan merasakan keberadaan Allah sebagai wujud istiqlal (Yang berdiri sendiri) karena selain-Nya adalah wujud istifadha (limpahan dari wujud Allah). Sehingga kita mendapatkan cahaya makrifat al-muthamainah Allah yang menyinari hati kita. Sehingga  memperoleh nafsu Muthmainah yaitu nafsu yang telah  bercahaya dengan cahaya hati dari cahaya Allah Swt. Untuk memperoleh meningkat ke nafsu al-muthamainah kita harus dapat beribadah yang baik dan ikhlas, berakhlak mulia, menghilangkan was-was yang datang pada hati, senantiasa bertawakal dan taqwa kepada Allah.

Untuk melaksanakan hal tersebut perlu dan wajib adanya bimbingn mursyid arif billah sebagai dokter ruhani yang dapat menyembuhkan hati kita dari keburukan nafsu dan sebagai guru batin yang memberikan pendidikan pada ruhani kita (tarbiyah ruhaniyah) untuk dapat membersihkan kotoran-kotoran nafsu dari intimidasi dan intervensi unsur hawa, syahwat dan syaitan.

Penulis: Budi Handoyo (Dosen Prodi Hukum Tata Negara Islam Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN Teungku Diruendeng Meulaboh-Kabupaten Aceh Barat)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.