Reportactual.com – Pada tulisan saya berjudul Tiga Desa Tiga Cinta jilid pertama, http://www.reportactual.com/2017/10/18/tiga-desa-tiga-cinta-perjalanan-sospreneurship-seorang-santri-ndeso/ memuat berbagai pengalaman penting pertama dalam mengelola desa binaan baik di Kota Semarang dan Kabupaten Semarang.
Seiring berjalannya waktu alhamdulillah semakin bertambah ilmu pengelolaan potensi sosial masyarakat (socioentrepreneurship). Tren ini juga berkembang di belahan benua Eropa dan Amerika pada awal tahun 2000an ketika menyadari arah pembangunan kualitas sumber daya manusia dan populasinya serta kualitas lingkungan hidupnya seyogyanya saling serasi dan sejalan.
Jika tidak disadari dari awal, dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan baik di sisi bisnis akibat terlalu kapitalistik, hubungan sosial antarmanusia yang terlalu individualistik maupun hubungan manusia dengan alam yang terlalu eksploratif.
Maka diperlukan suatu formula yang terpadu untuk menyatukan misi modernitas kehidupan manusia dan kontinuitas sumber daya alam. Ilmu tersebut dinamakan Socioentrepreneurship yang lahir dari perpaduan integratif antara daya bangun bisnis maupun aktivitas antarmanusia menuju ke kehidupan yang lebih baik tanpa meninggalkan aspek daya lestari alam hayati dan lingkungannya.
Secara praktis kita bisa melihat definisi socioentrepreneurship lebih banyak dan lengkap di mesin pencari Google maupun referensi aktual lainnya. Sedangkan fokus penerapan sociopreneurship adalah membangun internal capacity building masyarakat dalam memahami potensi daerah tempat tinggal atau domisilinya untuk dikembangkan ke arah pemberdayaan manusia dan alam maupun hubungan positif antara keduanya.
Di dalam terapannya, dimulai social mapping dilanjutkan social assesment, pengumpulan solusi alternatif dan skala prioritas, social attreatment, kaji dampak hingga evaluasi siklus. Kegiatan socioentrepreneurship (sospren, sebutan gaulnya) secara resmi mulai saya ikuti pertengahan tahun 2016 di Kampung Wisata Tegalwaru Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Saya dan lima orang rekan mewakili provinsi Jawa Tengah setelah berkompetisi dengan enam belas rekan yang lain se Jawa Tengah di skala provinsi.
Cinta pertama, Cinta tak terduga di Kampung Wisata Edukasi Bebek Wangi Mengaji
Cinta saya berlabuh di sebuah desa di kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Sebuah desa yang tak lepas dari hiruk pikuk kesibukan industrial yang ditandai berdirinya pabrik-pabrik megah, ratusan kaum pekerja dan hilir mudik kendaraan baik yang beroda dua, empat bahkan kelipatannya.
Meski demikian kesibukan hidup di kawasan tersebut ada sebuah madrasah diniyah yang hidup meski ditengah keterbatasan. Ibarat oase di padang pasir, sekolah agama nonformal yang didirikan oleh para guru dan pengurus yayasan Islam ini relatif belum memadai. Minat masyarakat untuk belajar agama relatif baik namun dengan fasilitas seadanya, namun begitu Yayasan tetap berusaha melayani.
Kesejahteraan para guru sebagai ujung tombak pendidikan menjadi perhatian sentral. Pendidikan agama yang memiliki arti penting dalam pembangunan akhlaq diharapkan tetap jadi prioritas pembangunan manusia seutuhnya. Namun dalam prakteknya berbagai kendala yang multikompleks menjadi tantangan tersendiri.
Dusun Ndurenan di Desa Wonorejo, kecamatan Pringapus tempat madrasah ini bermukim, beranggotakan para guru empat belas orang dan santri seratus lima puluhan anak-anak mulai siswa SD hingga SMK. Bagi saya yang membuat terharu adalah kesediaan para guru sekolah nonformal tersebut. Mereka mendidik sebuah generasi di tengah keterbatasan mereka emban meski tetap sibuk bekerja untuk mencari nafkah.
Dalam benak saya, menyatukan modernitas dan keshalihan kolektif adalah komponen masyarakat ideal jaman now. Seimbang dalam menjaga aktivitas dunia dan akherat dalam kehidupan masyarakat muslim adalah dambaan, inilah drive dalam aktivitas sospren di desa tercinta.
Aktivitas social mapping saya memotret ada beberapa permasalahan sosial dengan sampel para guru yang mengajar di madrasah. Kehidupan masyarakat yang sebagian besar pekerja pabrik yang sibuk dan terjadwal seakan tidak ada waktu untuk membelajarkan putra-putri tentang budi pekerti dan ketrampilan agama.
Ada sebagian dari warga yang memiliki keahlian yang dibutuhkan anak-anak sebagai generasi masa depan namun kondisi ekonomi keluarga para guru tersebut relatif masih membutuhkan bantuan. Sebagian masih bekerja serabutan, petani atau pekebun, sopir, securiti, dan buruh. Hasil social mapping digunakan sebagai basis social assessment
Setelah social assesment maka perlu dihadirkan alternatif solusi praktis yang kemudian dilanjutkan kaji dampak dan evaluasi siklus. Hasil social mapping merupakan data dalam pembuatan Participatori Rural Appraisal (PRA) dan Logical FrameWork Analysis (LFA).
Kemudian saya dan para guru sebagai motor perubahan dalam program sospren ini bermusyawarah tentang mengumpulkan berbagai alternatif solusi dalam membangun potensi desa menuju prestasi terbaiknya. Setelah melalui focus group discussion dengan berbagai pihak baik funder/lembaga keuangan maupun pengusaha yang relevan dengan alternatif solusi yang kami pilih maka langkah sospren kami lanjutkan pada tahap berikutnya.
Melalui kajian diskusi berbasis Sustainable Livelihood Approach (SLA) untuk mengukur seberapa kuat dampaknya bagi perubahan sosial masyarakat di masa depan dan seberapa tangguh motor perubahan tersebut bekerja dalam sistem yang nanti dipantau dalam siklus pemberdayaan. Diharapkan dalam lima tahun ke depan masyarakat dapat menemukan momentum kebaikan dan perbaikan secara bertahap dan menyeluruh di bidang yang kami kelola sekarang.
Alternatif solusi terbaik untuk desa Wonorejo ini adalah Kampung Wisata Edukasi Bebek Wangi Mengaji. Inspirasi menghidupkan madrasah sebagai pusat edukasi mengaji masyarakat untuk memperhalus budi pekerti dan akhlaq masyarakat melalui syiar agama kepada para santri dan wali santri.
Kampung bebek wangi merupakan kombinasi strategi pertanian terpadu antara beternak bebek petelur dan menanam sereh wangi dalam meningkatkan potensi lahan tidur, memanfaatkan bahan baku alam hayati dan berbagi pengalaman sukses berkarir kepada sesama. Memelihara bebek petelur dan menanam tanaman sereh wangi merupakan program padat karya tani terpadu yang akan disosialisasikan secara workshop bagi para guru madrasah. Program ini dipilih karena dukungan riil dari aktivitas sospren dan progam CSR Perbankan.
Action plan pun dikembangkan untuk melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas untuk menggerakkan roda perubahan sosial. Perubahan bergerak dari pergaulan sosial menjadi pergerakan sosial demi perubahan sosial.
Diawali proses survey kelayakan berpartisipasi, kerjasama dengan tetangga dalam pengadaan tanah guna pendirian kandang bebek, dan komunikasi dengan kelompok tani.
Dalam siklus tahunan pertama diharapkan para guru madrasah bisa menerapkan pada diri dan keluarga dekat. Selanjutnya pada siklus tahunan kedua bisa menerapkan proyek serupa pada skala dusun masing-masing.
Selanjutnya di siklus tahunan ketiga diharapkan pada skala desa dan lintas desa bisa tercapai. Pada siklus tahunan keempat diharapkan bisa menjadi sentra bisnis kecamatan untuk komoditi telur bebek dan pengembangannya pada pakan bebek, pembibitan, pembesaran, bebek pedaging, maupun indukan.
Pada tulisan ini dibuat yaitu masih di tahun pertama diharapkan para pelaku social entrepreneur pada lingkaran inti yakni para asatidz bisa stabil pada bisnis komunitas yang bertumpu pada usaha bebek petelur dan budidaya sereh wangi. Diharapkan pada tahun kedua dan seterusnya, para guru/asatidz bisa melatih tetangga dekat dalam skala sosial bertahap rt/rw/dusun dan desa. Oleh itu kita tunggu kemajuan proses social assessment ini di 3 Desa 3 Cinta jilid selanjutnya, mohon doanya njih dari sedulur kabeh.
Mari Mbangun Ndeso, Noto Kutho.
Cinta kedua, cinta yang kuat di Kampung Wisata Bisnis dengan Jalur Sutera Ekonomi Gedangan
Pada tulisan jilid pertama, saya mengulas tentang awal mula terwujudnya embrio kampung wisata di Gedangan.
Antusias pemuda di dusun Karangnangka, sebuah dusun di desa Gedangan mampu menggetarkan semangat pemuda se desa Gedangan. Ini memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa perubahan itu butuh pelopor atau inovator yang akan menyuplai sumber energi dan menjadi bahan bakar untuk menggerakkan sistem kerja perubahan sosial.
Inilah prinsip socioentrepreneurship yang akan ditanam dalam tubuh civil society yang akan berakar dan bertumbuh hingga berbuah yaitu perubahan positif. Masyarakat sebagai subjek perubahan bagai konsep gir roda bisa menggerakkan roda yang lebih besar demi mewujudkan pergerakan menuju harapan hidup bersama.
Dusun Karangnangka patut berbangga memiliki para pemuda yang agresif dalam semangat mengubah energi potensial kemajuan desanya menjadi energi kinetik gerakan membangun desa. Saya mendeskripsikan motivasi tim pemuda dusun Karangnangka dalam menggerakkan motivasi pemuda dari dusun lain di desa Gedangan guna mewujudkan mimpi menjadi Desa Wisata demi kebanggaan tanah kelahiran, mengembangkan potensi alam dan sosial, menguatkan sektor ekonomi kerakyatan, dan mengenalkan kearifan lokal ke dunia global. Sungguh ini patut kita apresiasi.
Di kala anak muda justru bangga dengan merantau mencari pekerjaan, mencapai kesuksesan pribadi, kurang peduli dengan orang lain, kurangnya kebanggaan dengan profesi orang tuanya yang bertani, berkebun, nelayan, berternak dan segala aktivitas produktif yang berkaitan mengelola potensi alam sekitar hingga melahirkan pundi-pundi rupiah.
Jika sudah tiada ada lagi kebanggaan terhadap profesi pertanian dari anak muda di desa maka cara pandang terhadap aset tanah warisan orang tua adalah barang berharga yang dapat dijadikan jaminan kehidupan bukan barang pengembang potensi kehidupan. Ini adalah permasalahan mindset atau cara berpikir menurut saya yang sudah waktunya diganti dengan cara berpikir lebih revolutif.
Tanah bagi masyarakat desa adalah aset kekayaan yang berharga. Di atas tanah, mereka menikmati air dan udara yang ada di desa, di atas tanah mereka nikmati hasil panen dan dijual untuk biaya hidup, dan di atas tanah tempat mereka tinggal, bersosialisasi dan beranak pinak.
Socioentrepreneurship memberikan arah atau cara pandang berpikir sebagai seorang perekayasa sosial, membuat blue print, membuat road map, lahirkan berbagai solusi alternatif maupun skala prioritas dan keberanian berinisiatif serta kerja tim.
Tidak mudah bagi mereka untuk bertahan dalam idealisme anak muda yang antimenstrem tersebut. Kegigihan tekad mereka yang akhirnya meluluhkan hati birokrat desa untuk membantu program Kampung Wisata Bisnis Jalur Sutera Ekonomi Gedangan dengan menyalurkan program tersebut di prioritas BUMDes 2019.
Bersamaan dengan itu pula, saya berinisiatif untuk mendekatkan program tersebut kepada lembaga keuangan guna kerjasama kelola dana CSR perusahaan dan menyambungkan dengan program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas.
Socioentrepreneurship (sospren) menjaga asa menjadi nyata, menguatkan yang lemah tuk saling bergandengan tangan, membuat lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan dan cakap mengelola peluang.
Program BUMDes fokus pada kelola infrastruktur, membangun akses jalan masuk dari dusun ke lokasi ekowisata, sungai Odo. Bersumber pada mata air dari sungai bawah tanah yang hampir tak pernah kering. Jika kami lakukan social mapping pada potensi sungai dan mata pencaharian masyarakat dengan pendekatan optimis analitik (istilah saya sendiri) yakni berusaha melakukan prediksi (melihat masa depan dari masa kini) maka sungai Odo sebagai sungai kontributor atau hulu Rawa Pening memiliki posisi strategis dalam pengembangan mata pencaharian masyarakatnya.
Para pemuda di Gedangan yang paling berkewajiban menjaga kualitas hulu sungai hingga mengalirkan debit sungai sampai jauh. Pendekatan ini akan menarik upaya konservasi alam berupa reboisasi di hulu sungai, reboisasi sepanjang daerah aliran sungai, menguatkan rasa kepemilikan bersama aset sungai sebagai sumber kehidupan lintas generasi, menjaga kelestarian hayati dan nonhayati, sebagai media pembelajaran keilmuan ekologi dan hidrologi, serta media hiburan dan rekreasi bahkan olahraga.
Konsep Kampung Wisata Bisnis Sutera Ekonomi dibangun oleh dua pilar utama yaitu pilar pemanfaatan sungai Odo sebagai media olahraga dan rekreasi keluarga serta pilar bangun bina usaha komunitas. Hubungan antara kedua pilar diharapkan adalah tidak saling berhubungan namun saling menguntungkan.
Sungai Odo sebagaimana sungai pada umumnya mengalami pasang dan surut pada volume dan debit airnya. Tentu bina usaha komunitas tetap survival-sukses-signifikan dalam bertumbuh mengantar pada penguatan sendi ekonomi desa.
Kondisi Sungai Odo relatif aman bagi olahraga tubbing (susur sungai dengan naik ban dalam truk) menempuh jarak beberapa kilo sambil menikmati pemandangan daerah aliran sungai, menantang beberapa spot/titik sungai yang agak memberi kejutan, menikmati perjalanan balik dengan naik mobil bak terbuka memberi kesempatan tuk nikmati alam desa dan terakhir menikmati kuliner ndeso.
Fun Tubbing tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan serta berjarak tempuh aman hingga 2 km diharapkan akan ditambahkan panjang jarak tempuhnya hingga 9 km mencapai rawa pening.
Namun ini masih proyek jangka menengah yakni lima tahunan dengan tantangan relatif tidak kecil. Guna mencapai target tersebut akan lebih baiknya memberikan nilai tambah pada aktivitas Tubbing dengan input aspek pembelajaran alam (ekologi dan hidrologi) dan konservasi sungai sebagai aset kehidupan.
Bina usaha komunitas dibentuk sebagai aktivitas populasi bisnis yang tidak berhubungan langsung dengan objek sungai Odo namun bisa saling menguntungkan sebagai penyempurna bangunan sospren di kawasan tersebut. Revitalisasi kepada usaha masyarakat secara sistemik yaitu mendata, mendiagnosa prospek usaha, memperluas jaringan pemasaran, meningkatkan strategi promosi, membantu aspek permodalan, membangun kerjasama bisnis berbasis komunitas dan kearifan lokal, dan merawat alam sekitar.
Masyarakat diharapkan dapat melewati tahapan tumbuh usaha yaitu survive – sukses – signifikan. Tahap survival, bisnisnya dapat bermanfaat ekonomi bagi kehidupan sendiri dan keluarga. Tahap sukses, bisnisnya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi diri, keluarga dan manfaat social complex bagi masyarakat dusun hingga desa.
Tahap signifikan adalah gabungan antara dua tahapan sebelumnya ditambah bertambahnya kapasitas usaha hingga bisa go nasional dan menduplikasi diri di daerah lain.
Maka demi keberlanjutan usaha masyarakat, di kampung wisata desa Gedangan dibangunlah jalur sutera guna menggiatkan ekonomi lokal yang dibagi dalam dua cluster yaitu makanan dan kerajinan tangan. Produk makanan olahan tradisional maupun modifikasi, baik berbahan baku asli hasil alam desa Gedangan maupun desa tetangga.
Makanan sejenis gemblong, lenteng, kerak nasi/rengginang yang keberadaannya mulai langka di daftar menu masyarakat kota hingga brownies dan keripik berbahan tela maupun tempe bisa dibeli menjadi buah tangan. Desa Gedangan juga memiliki histori unik, berbagai nama-nama buah melekat pada teritori ini semisal dusun karang-nangka (jarang pohon nangka), gedang-an (pisang), secara alami tumbuh pohon-pohon duku yang berbuah sekali dalam setahun.
Menandakan dulu di kawasan ini kaya khasanah buah dan berpeluang menjadi kampung wisata buah di masa depan. Oleh sebab itu orientasi socioentrepreneurship di kawasan ini juga diarahkan untuk konservasi flora tanaman buah asli atau domestik. Belum ada konsep yang detail tentang konservasi bibit tanaman buah maupun sayur, masih butuh pengkajian dan pelibatan stakeholder demi realisasi proyek sospren biologi tersebut.
Produk kerajinan tangan desa Gedangan juga tak kalah unik, mulai dari kreativitas kerajinan tangan dari kain perca, kayu, dan bambu. Belum banyak kajian secara khusus produk kerajinan tangan dari desa Gedangan namun sebagai bagian program meningkatkan skala usaha masyarakat dalam aspek penguatan permodalan, membuat jejaring komunikasi lintas usaha lintas dusun, workshop keuangan usaha, strategi branding dan marketing.
Sospren tak melulu single fighter seorang relawan dengan keterbatasan, namun bisa melibatkan gerakan kerelawanan berbasis kompetensi yang dibutuhkan.
Gerakan masyarakat untuk memanfaatkan lahan kosong maupun lahan tidur dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sereh wangi dan nilam. Upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan karya dan pendapatan ekonomi secara kolektif, meningkatkan pergaulan sosial antaranggota masyarakat, meningkatkan nilai guna lahan, serta mewujudkan destinasi kajian wisata edukasi baik ekologi, agronomi maupun ilmu sosial.
Gerakan mbangun Ndeso merupakan membangun kembali desa sebagai hulu pembangunan masyarakat sehingga lini strategis semisal pertanian dan maritim, lini sektor riil baik jasa maupun produksi di daerah pemukiman terpencil dan terluar, pemukiman tengah hutan, masyarakat perbatasan dan masyarakat pesisir bisa dikelola secara sistemik.
Penggalian jalur sutera ekonomi dalam konsep kampung wisata adalah memperjalankan para wisatawan untuk secara kreatif terlibat dalam pembelajaran maupun perniagaan. Konsep pembelajaran, para wisatawan bisa diajak mengikuti workshop produksi olahan makanan maupun kerajinan tangan mulai dari produksi hingga pemasaran.
Sedangkan pada konsep perniagaan, pada usaha lintas dusun membuka kesempatan untuk kemitraan usaha maupun jual beli putus produk. Para wisatawan domestik maupun mancanegara bisa menjadi mitra pasar dalam mengelola peluang bisnis. Ayo Mbangun Desa, Nata Kutha
Cinta Ketiga yang malu dan menunggu untuk diajak berlari, Desa Wisata Edukasi Harmoni Alam-Budaya Agropolitan Candigaron
Pada tulisan Tiga Desa Tiga Cinta jilid yang pertama sudah dipaparkan potensi Desa Candigaron Kecamatan Sumowono sebagai kampung potensial agropolitan di Kabupaten Semarang. Berbagai potensi di sisi produksi dan distribusi saling melengkapi.
Tinggal komponen dukungan Pemerintah Desa dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengembangan arah menuju target yang ingin dicapai bersama. Pada potensi produksi, kawasan Candigaron memiliki hutan, kebun, sawah dan pekarangan masyarakat yang relatif masih luas dan belum banyak didayagunakan selain tanaman produksi pangan.
Pada potensi distribusi, kawasan Candigaron memiliki pasar desa Agropolitan yang relatif luas namun mangkrak bahkan malfungsi untuk berkumpulnya pasangan muda-mudi di siang dan malam hari.
Kecamatan Sumowono adalah salah satu di kecamatan kabupaten Semarang yang bersentuhan dengan Kabupaten Kendal dan Kabupaten Temanggung. Berhawa relatif sejuk, sentra hasil pertanian berupa holtikultura (buah dan sayur) di kabupaten Semarang serta memiliki pesona alam dan budaya yang memikat.
Menurut hasil laporan pemerintah daerah kabupaten semarang, perbandingan luasan tanah atau lahan dengan jumlah penduduk yang bermukim tidak sebanding.
Bahkan kecamatan Sumowono di data Kabupaten Semarang dalam angka, menempati posisi ketiga dari bawah untuk jumlah populasi manusia yang bermukim. Diprediksikan posisinya relatif jauh dari pusat ibu kota kabupaten sebagai kawasan administratif dan jauh dari keramaian pusat belanja maupun kawasan kerja industri.
Meskipun menurut penulis, belum ada penelitian sosial yang absah bahwa anak muda dari mana pun lebih menyukai hidup sebagai pegawai di kantor, buruh di pabrik dan perusahaan maupun jadi pebisnis yang menyukai kemudahan hidup dengan fasilitas orang perkotaan.
Gaya hidup tersebut sepertinya sudah menjadi budaya global. Jepang misalnya,di tahun 2010 pemerintahnya bahkan meminta bantuan seorang anak muda Salatiga, Indonesia untuk berbagi inspirasi kepada para anak muda Jepang agar bangga dan mencintai desanya.
Mulai dari cinta dan bangga tersebut diharapkan akan tumbuh harapan hidup di masa depan yang lebih baik. Tapi bagaimana jika pewarisan genetika profesi ini gagal, siapa yang patut disalahkan? Di era percakapan masyarakat digital ini perlu ditumbuhkembangkan sikap cinta tanah air yang lebih produktif guna mewujudkan masyarakat mandiri dan sejahtera.
Dilanjut atas dua hal diatas menyebabkan nilai tukar petani relatif rendah, dapat diprediksikan banyaknya lahan tidur dan potensi pertanian dalam perspektif ekonomi belum tergali optimal. Meski penulis belum memiliki data kepemilikan lahan secara statistik namun dapat diprediksikan jika masyarakat kurang disadarkan tentang arti penting lahan dan investasi jangka panjang karenanya.
Maka dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik untuk menjual aset tanah tersebut karena dirasakan minim manfaat dan mahalnya biaya perawatan jika tanah dikelola. Perilaku ini dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses informasi guna menerapkan sikap hidup kreatif mendayagunakan potensi yang dimiliki.
Bagian lain dari akibat ketidakmampuan masyarakat adalah semakin kurangnya kebanggaan terhadap profesi petani sebagai pahlawan ekonomi pangan turun-temurun. Para anak muda yang memilih tidak meneruskan studi dan tinggal menjadi petani belum banyak tersentuh pemberdayaan dan masih mewarisi pola pertanian leluhur.
Adapun anak muda yang memilih berkarir dalam pendidikan dan pekerjaan jarang yang kemudian muncul menjadi tokoh penggerak pertanian yang mumpuni. Krisis identitas terhadap profesi petani menjadi tantangan tersendiri bagi generasi jaman now karena bekerja di jalur pertanian selain kurang populis di kalangan mereka juga menawarkan pembelajaran pada pekerjaan yang memerlukan ketekunan, kerja keras dan keikhlasan yang prima.
Sehingga otomatis proses adaptasinya memerlukan waktu yang lama. Sebab itu agar mudah maka kaderisasi petani unggul dilakukan pada waktu semuda mungkin.
Akibat yang paling berbahaya dari ketidakmampuan masyarakat dalam akses informasi guna bangun sikap kreatif adalah bergantinya kepemilikan lahan pertanian dari masyarakat pribumi berpindah ke kalangan pemodal/kapitalis yang kemudian melakukan aktivitas di luar kebiasaan masyarakat setempat. Misalnya membangun villa atau perumahan mewah, tempat wisata maupun lapangan golf.
Jika fenomena ini menggejala tidak hanya di kabupaten Semarang namun di ratusan kabupaten/kota di Negara Indonesia tercinta ini. Maka diprediksikan tidak saja menurunkan nilai tukar pertanian, tapi juga menurunkan produktivitas lahan, menurunkan produktivitas masyarakat petani, neraca perdagangan negatif, devisa Negara defisit atau hutang nasional membengkak, nilai ketergantungan tinggi ke Negara lain. Akhirnya kedaulatan pangan yang tidak tumbuh secara mandiri memperburuk ketahanan politik nasional.
Kembali pada arti penting social entrepreneur pada konsep mewujudkan desa agropolitan di desa Candigaron di kecamatan Sumowono. Penyelerasan antara fungsi produktif dan distributif pada satu kawasan sentra pertanian, mengupgrade kualitas pasar desa, menggiatkan potensi wisata alam dan wisata budaya, membranding produk khas kearifan lokal, hingga merencanakan pemasaran terpadu terhadap harmonisasi antara alam dan budaya.
Kemudian dilakukan social mapping terhadap potensi alam dan budaya masyarakat. Hasil social mapping yang merupakan data dalam pembuatan Participatori Rural Appraisal (PRA) dan Logical FrameWork Analysis (LFA). Kemudian saya dan para pemuda sebagai motor perubahan dalam program sospren ini bermusyawarah dalam focus group discussion tentang mengumpulkan berbagai alternatif solusi dalam membangun potensi desa menuju prestasi terbaiknya.
Melalui kajian diskusi berbasis Sustainable Livelihood Approach (SLA) untuk mengukur seberapa kuat dampaknya bagi perubahan sosial masyarakat di masa depan dan seberapa tangguh motor perubahan tersebut bekerja dalam sistem yang nanti dipantau dalam siklus pemberdayaan.
Diharapkan dalam lima tahun ke depan masyarakat dapat menemukan momentum kebaikan dan perbaikan secara bertahap dan menyeluruh di bidang yang kami kelola sekarang. Narasi dari kegiatan kami adalah harmonisasi antara potensi potensi alam dan kearifan budaya.
Konservasi alam berupa hutan atau kebun rakyat desa Candigaron yang kaya rempah-rempah (sereh, jahe, kayu manis, kapulaga, kopi, gula aren, umbi-umbian, holtikultura/sayur dan buah). Fokus kami adalah merangkai semua potensi Desa candigaron yang terdiri atas 6 dusun yang masing-masing memiliki karakteristik unik masing-masing.
Definisi operasional produksi dan distribusi pada konteks Desa Agropolitan Candigaron, produksi pada optimalisasi sentra pertanian dan distribusi pada maksimalisasi potensi pasar serta wisata budaya tidak bisa tersekat bebas.
Optimalisasi sentra pertanian diharapkan memenuhi kebutuhan rumah tangga di Desa Candigaron dan sekitarnya, masyarakat di kecamatan Sumowono maupun wisatawan dari luar kecamatan Sumowono. Salah satu contoh dari usaha optimalisasi sentra pertanian ini adalah membranding suatu produk yaitu kopi gading (kopi gula aren dan rempah Semanding) dan membranding potensi wisata alam maupun pertanian.
Potensi alam desa Candigaron berupa sungai/curug dan goa bisa dimanfaatkan untuk kunjungan wisata. Potensi pertanian dan pengelolaan hasilnya dapat melibatkan masyarakat dan wisatawan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
Masyarakat belajar pemberdayaan dan wisatawan belajar pengetahuan. Di sana bisa berlaku barter ilmu antara masyarakat dan wisatawan, semisal wisatawan belajar memanjat pohon aren dan mengolahnya menjadi gula aren maupun memerah susu sapi, masyarakat belajar mengemas dan memasarkannya ke pasar luar daerah baik via online maupun offline.
Optimalisasi distribusi diwujudkan dengan maksimalisasi pasar serta konservasi budaya. Pasar desa Candigaron seperti dijelaskan di awal bahwa pasar tersebut mangkrak karena minimal dukungan dari stakeholder. Maka diperlukan harmonisasi antara pasar sebagai pertemuan pembeli dan penjual dengan wisata budaya masyarakat setempat.
Memadupadankan pasar sebagai tempat berjual beli dan etalase seni budaya (tari daerah, wayang maupun silaturahim komunitas budaya).
Konsep pasar desa dapat mempertemukan berbagai kalangan umur, stan bazar yang bisa diakses online maupun offline, tersedia sarana nongkrong produktif, balai diskusi wisatawan dan masyarakat, demo dan ekspo produk, alat tukar pembayaran yang unik mirip pasar papringan di Kabupaten Temanggung, free wifi serta penampilan performance art yang teragenda oleh wakil kesenian dan pokdarwis di setiap dusun diharapkan menambah kesemarakan suasana pasar desa agropolitan jaman now.
Di saat yang sama untuk maksimalisasi fungsi distribusi yang lain maka dilakukan pembinaan gapoktan, komunitas seni budaya, komunitas lintas agama, komunitas home stay dan komunitas bisnis. Mereka adalah anggota masyarakat yang akan menjadi penggerak utama roda ekonomi Desa Agropolitan maka diperlukan pelatihan sapta pesona secara terpadu guna memperkokoh sekaligus mengembangkan konsep Desa Agropolitan secara lebih profesional. Ayo sedulur, Mbangun Desa, nata Kutha.
Reportactual.com copy right Februari 2018
Leave a Reply