TIGA DESA TIGA CINTA : PERJALANAN SOSPRENEURSHIP SEORANG SANTRI NDESO “

by October 18, 2017
BISNIS DAN PROMOSI 0   2.1K views 4

Foto Doc

Cinta Pertama, kasih yang bersambung

Bulan Oktober 2016 menjadi sebuah perkenalan saya dengan sebuah ilmu terapan yang selama ini ternyata sudah saya geluti secara praktik mulai tahun 2004 ketika saya kalau boleh di bilang agak radikal dalam menerapkan sebuah program pengembangan potensi kelurahan di sebuah desa di kecamatan Gunungpati Kota Semarang.

Program kami berdasarkan survey dengan mengamati potensi alam dan sosial masyarakat di kelurahan Cepoko, dan program ketahanan pangan yakni dengan pengolahan bonggol pohon pisang menjadi brownies dan pengolahan pupuk organik dari kotoran sapi dengan kultur bakteri Agrisimba (Agricultural Simbiosis Bactery).

Motor kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah hasil kerjasama antarelemen kampus baik Badan Eksekutif Mahasiswa antara Fakultas MIPA dan Olahraga menghasilkan kolaborasi cantik meski ada keterbatasan sana-sini namun melahirkan modalitas untuk kegiatan selanjutnya.

Saya merupakan mahasiswa  Biologi semester 5 atau 6 kala itu dan posisiku sebagai Ketua BEM Fakultas memberikan sedikit ruang otoriti dalam mengatur perencanaan kegiatan awal dan lanjut.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut bertema Bakti Sosial Membangun Desa yang Produktif dan Sehat, potensi pertanian ladang dan peternakan sapi secara sentralisasi membuat nalar sospren kami menyala. Sebagian besar program lahir dari rahim kampus Biologi tempat saya belajar.

Brownies dari Bonggol Pisang merupakan hal inovatif di masa itu bahkan sempat jadi nominasi nasional versi koran kompas. Adapun program pupuk organik dengan kultur bakteri dilakukan karena kondisi lingkungan yang memburuk di sekitar kandang sapi desa yang tersentral, dihuni hampir 200 ekor sapi menghasilkan beratus kilogram kotoran padat dan cair. Selain membahayakan kesehatan ternak juga memperburuk sanitasi dan polusi udara.

Saya menyadari bahwa kegiatan bakti sosial tersebut tidak mampu secara signifikan melakukan recovery, maka prioritas kami pada out come jangka pendek yaitu mengenalkan bonggol pisang sebagai makanan sehat alternatif yang kaya serat baik bagi pencernaan dan senam sehat keluarga demi kebugaran masyarakat. Program pupuk organik akan saya kelola lewat program lanjut studi yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di tahun depan yakni tahun 2005.

Rekrutmen para anggota program KKN cukup seru karena mengundang banyak perhatian para civitas academica kampus lintas fakulltas, mengingat saya meluncurkan program KKN alternatif. Sesuatu yang relatif antimenstrem, mengingat KKN Mahasiswa waktu itu adalah penempatan dan bermukim.

Sedangkan program KKN alternatif kami selain boleh bolak-balik kampus, tidak harus bermukim dan jaraknya relatif dekat dengan kos mahasiswa, hanya beda desa. Adapun saya menggabungkan KKN dengan program magang mengajar (PPL) di SMA Negeri 1 Semarang.

Cukup berat mengingat saya tidak punya motor, hanya mengandalkan angkot dan sepeda angin. Mirip Oemar Bakrie jika mengingat kejadian-kejadian lucu yang terjadi saat saya keepotan memagi waktu mengingat saya juga mengemban amanah sebagai Menteri Litbang BEM KM UNNES .

Alhamdulillah, Saya dan rekan kelompok KKN diterima dengan baik oleh Pak Lurah dan Pak RW sebagaimana kedatangan Mahasiswa KKN biasanya. Setelah penerimaan yang hangat, karena sebagian besar warga desa sudah mengenal saya lewat program BEM di tahun 2004 maka kami langsung diskusi lebih cair. Namun ternyata hal tersebut tidak segaris dengan aksi kami di lapangan, dukungan warga hampir tidak ada di dua pekan pertama kami mengobservasi dan melakukan social mapping.

Sebelumnya saya mewakili tim KKN, menyampaikan buah pikiran dan niatan tim KKN kepada masyarakat bada sholat Isya di masjid kampung. Atas saran dan prakarsa Pak RW pertemuan tersebut digagas, selain mempererat silaturahim antara mahasiswa KKN dengan masyarakat sekaligus memberikan nuansa baru bagi pendidikan nonfomal masyarakat desa.

Saya menyampaikan bahwa di belakang Masjid di kampung ini yang memang dibuat sebagai peternakan desa terpusat berhasil menyumbang berton-ton kotoran sapi.  Seperti yang saya jelaskan diawal adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan dan kebelumpahaman mereka akan teknologi daur ulang pembuatan pupuk organik berbahan dasar kotoran sapi merupakan latar belakang mengapa progam ini dilanjutkan.

Di saat yang sama, di Kampus Biologi sedang ada eksperimen penggunaan kultur bakteri untuk fermentasi dengan media kotoran hewan dan berhasil sampai pada skala laboratorium. Akhirnya, saya berpikir mengapa tidak coba kita naikkan produksinya sampai skala industri?

KKN alternatif yang kami rancang bersumber pada program pengolahan pupuk organik dengan kultur bakteri. Keuntungannya selain ekonomis, aman dan praktis. Saya berkata, “ Bapak Ibu yang kami cintai, di belakang Masjid kampung ini sesungguhnya bukan tumpukan kotoran, semuanya adalah tumpukan uang, jika kita mau memahami”. Sontak, masyarakat pada ramai.

Dasar wong edan, mungkin kalau saya diminta membaca pikiran mereka. Dan benar, esok hari hingga dua pekan lamanya masyarakat tidak menyentuh peralatan kerja meskipun tumpukan kotoran  itu milik ternak mereka sendiri yang pada saatnya akan dibuang, entah kemana.

Tim KKN sebenarnya sudah mulai ada gejala menyerah dari awal, maka sebagai pemimpin tim saya berinisitiaf melipat lengan baju kemudian memanjat ‘gunung’ kotoran sapi tersebut dengan mencangkul mulai sisi puncak hingga lerengnya. Teman-teman tergugah rupanya, kalau bukan kita yang memulai terus siapa lagi, demikian kata-kataku buat memotivasi semangat mereka yang hampir labil.

Di pekan kedua menuju pekan ketiga, alhamdulillah kami berhasil menyelesaikan tugas pokok yakni proses pemeraman atau fermentasi pupuk kandang dengan teknologi kultur bakteri. Tanda-tanda keberhasilan eksperimen pada skala industri sudah terlihat, tidak sia-sia kami harus menjaga perasaan diri dan teman-teman demi kepercayaan masyarakat kepada hasil kerja tim.

 

Pupuk kandang yang tadinya bau dan teksturnya menjijikkan berubah tidak berbau dan lembut. Pada proses menunggu selama dua pekan tersebut kami mengisi dengan kegiatan jalan-jalan keliling desa dan diperoleh sebagian masyarakat ada yang menjadi petani tanaman vanili.

Alhasil, kami tim KKN bertemu salah satu petani sekaligus pengusaha vanili yang tertarik atas penawaran uji coba gratis pupuk kami dan dalam waktu tidak lama beliau langsung ke pos KKN kami dan tertarik untuk memborong semua pupuk hasil buatan uji coba sebanyak tiga gundukan, kami taksir sekitar tiga kuintal. Warga justru kaget karena tidak mengira akan rejeki nomplok ini karena terbayang oleh mereka tim KKN akan membeli kotoran sapi milik mereka yang kini tidak gratis lagi.

Kami terpaksa menggunakan dana kelompok hasil nego dengan ketua LPM Kampus, kami membeli bahan mentah dengan harga yang ditentukan oleh warga. Saya anggap ini eksperimen jilid dua, kami akan coba tes pasar. Dengan standar waktu, cara uji dan perlakuan yang sama maka kami buat eksperimen kedua pupuk organik dengan kultur bakteri kemudian kami bungkus dalam kemasan kecil 3 kg dan kami distribusikan ke beberapa penjual tanaman hias, toko pertanian dan kolega tani yang ada di kecamatan Gunungpati dan Ungaran.

Walhasil, usaha kami menemui kegagalan. Ternyata pasar tidak merespon positif produk kami bahkan membandingkan produk kami dengan pupuk arang yang kualitas rendah.

Ini strategi pasar untuk menaklukan standar kami. Kami tidak menyerah, penjualan pupuk kemasan ditiadakan dan diprioitaskan untuk fokus pada jualan dalam bentuk massal demi bisa memberikan kenangan manis kepada warga Desa Cepoko, Kecamatan Gunungpati di Kota Semarang. Program sospreners kedua sudah kami selesaikan dengan relatif sukses, nilai KKN tim kami A..

Kemudian setahun kemudian, saya lanjutkan program pemberdayaan masyarakat ini di program kreativitas mahasiswa. Alhamdulillah proposal kami disetujui DIKTI dan diberikan modal stimulus untuk meneruskan program KKN. Namun karena ketidakjujuran dari internal tim maka membuat saya tidak begitu sungguh-sungguh dalam mengantarkan tim ini untuk lolos penyisihan. Hingga tulisan ini dibuat, saya sudah tidak kontak para pemuda mitra yang ada di desa Cepoko tersebut.

Namun cinta pertamaku sudah tertambat di sana, terbayang senyum para warga terutama Pak Lurah menyambut rupiah yang masuk ke kantong mereka akibat kotoran sapi yang tadinya limbah berubah menjadi berkah, lingkungan jadi makin asri, sapi jadi makin sehat dan produktif. Apalagi ada warisan alat mahal dari tim KKN yang bisa dimanfaatkan secara gratis.

Cinta Kedua, kekasih yang terlantar
Saya sudah membuat proposal untuk maju  sebagai kandidat siswa sospreners dari jawa tengah. Bersama dengan 21 proposal maju ke seleksi pusat dan keluarlah 6 nama yang berhak mewakili jawa tengah. Dan saya ternyata satu-satunya wakil jateng yang menjadi pengurus DPW, saya optimis maju karena tema yang saya ajukan unik dan menarik.

Namun apakah itu akan sesuai dengan misi sospreners, ah itu urusan nanti. Tema tentang SAMARA Center HDBS merupakan solusi terhadap perselingkuhan dan perceraian yang fenomenal di Jawa Tengah. Ada kekeliruan mendasar sebenarnya dalam konsep sospreners yang saya angkat dengan pakem yang ada terutama pada skala dan orientasi.

Apa yang disampaikan oleh para coach yakni Pak Baron dkk sebagai supervisor membuat bagian dari pikiran saya terbuka, ooh jadi kalau begitu saya dah jadi sospreners dari jaman kuliah. Akhirnya, konsep SAMARA Center saya simpan dulu sambil membaca situasi. Namun yang jelas bahwa program SAMARA HDBS  akan menemukan momentumnya.

Alhamdulillah, sejak sekolah di Sinergitas di Oktober 2016 mulai membuka pemahaman saya tentang urgensi sospreners jilid dua. Maka paska menimba ilmu dari para mastah sospren saya mencoba mengawal program LAZ Jateng dengan mengawal dusun binaan menemukan potensi terbaiknya, satu bulan saya melakukan survey investigasi terpadu (istilah sendiri) dan social mapping maka diperoleh satu perencanaan program terpadu yang telah saya hasilkan dengan membuat perencanaan program secara bertahap mengingat dusun Semanding, di desa Candigaron memiliki keunikan tersendiri.

Dusun Semanding merupakan dusun yang terpisah dengan perjalanan 20 menit dari dusun-dusun inti desa candigaron. Dusun semanding merupakan batas antara kabupaten semarang dengan kabupaten temanggung. Jumlah mualaf yang terus bertambah, potensi ekonomi di bidang pertanian, potensi budaya masyarakat baik kesenian daerah dan kebiasaan hidup penduduk karena kultur antara dua daerah beda kabupaten.

Gerbang desa Candigaron Foto Doc

Meskipun terpisah dari dusun-dusun inti selama 20 menit perjalanan, kontur jalan dusun yang relatif masih kurang baik, pluralitas keberagamaan yang cukup tinggi, pemahaman ummat Islam yang relatif belum mapan karena dominan mualaf membutuhkan program penguatan aqidah dan life skill  Islamiyah namun dusun ini memiliki daya tarik yang cukup eksotis. Tidak cukup jika saya ceritakan di narasi tulisan ini.

Kegiatan mengaji tematik pekanan, training membaca Al Qur’an dan TPQ menjadi program kerja nyata yang diberikan kepada warga muslim dusun semanding. Hal ini penting mengingat pemahaman agama merupakan benteng terhadap kemiskinan dan gaya hidup negatif sekaligus. Hasil social mapping terhadap potensi ekonomi pertanian cukup menarik. Jumlah lahan produktif baik di pekarangan, sawah ladang, kebun dan hutan menjadikan dusun ini memiliki prospektif dusun produksi.

Sejarah pangan dusun ini cukup bagus, pernah menjadi dusun penghasil alpokat, durian, kelengkeng, cabe rawit keriting di kabupaten semarang. Saya menikmati hasil kebun berupa singkong rebus dan kopi bergula jawa yang semuanya adalah hasil tanah dusun semanding merupakan kekayaan flora dusun semanding.

Jika ditarik pada motor ide saya bahwa sebelum menyentuh program ekonomi wilayah maka harus dinaikkan skalanya dari dusun menjadi desa serta harus diawali program Pendidikan dan Pelatihan Terpadu untuk membekali masyarakat untuk mempotret potensi dusunnya, menyambungkan antara harapan dan strategi serta komunikasi pasar. Demikian cerita singkat tetang dusun semanding sebagai dusun produksi. Karena konsep pengelolaan sospren saya mengarah pada pembentukan desa agropolitan dengan sedikit meniru konsep pengelolaan di Jember Jawa Timur.

Desa candigaron memiliki 6 dusun diantara dusun semanding. Sedangkan dusun inti dan pendukung yang lain memiliki potensi produksi juga hanya lebih rendah skalanya jika dibandingkan dengan dusun semanding (bila dilihat dari parameter indikator hasil pertanian dan jumlah angkatan kerja pertanian). Di dusun pendukung juga terdapat pasar agropolitan yang hanya beroperasinal sebulan kemudian mangkrak karena minimnya dukungan dari masyarakat desa.

Padahal keberadaan pasar agropolitan secara parsial ada juga di pasar bandungan, di desa yang lain eda kecamatan. Fungsi distributif dimainkan secara cantik oleh pasar bandungan mengingat potensi ekonomi wisata yang melingkupinya. Hotel, tempat wisata, industri dan infrastruktur mendukung pasar bandungan menjadi favorit belanja. Namun secara fungsi produktif bagian itu tidak terlihat secara signifikan dari hasil pertanian tanah bandungan. Masih banyak barang kiriman dari luar bandungan, terutama dari jawa timur untuk komoditi produk tertentu.

Konsep desa agropolitan adalah menyatukan fungsi produktif dan distributif sekaligus dalam satu kawasan atau teritori. Desa candigaron merupakan desa yang memiliki potensi sebagai desa agropolitan di kabupaten semarang, didukung dengan kesenian budaya asli daerah dan wisata alamnya yang menarik berupa pemandangan alam yakni curug dan gua, ditopang dengan hasil pertanian yang pernah jaya di masanya sebagai penghasil cabe rawit keriting di jawa tengah serta tanaman buah dan sayur mayur.

Penguatan terhadap keberadaan pasar desa dengan menyatukan berbagai potensi tadi maka desa candigaron merupakan tambang emas hijau di kabupaten semarang. Desa Agropolitan yang memangun swadaya pangan dalam skala desa, meningkatkan pendapatan warganya, hingga menjadikan kebanggaan tersendiri baik kesubuan tanah maupun profesi pekerjaan bagi masyarakatnya.

Cinta Ketiga, dia yang setia menunggu
Saya merupakan anak muda yang senang sekali bersilaturahim, menyambung tali kekeluargaan. Alhamdulillah ada dua orang yang datang ke kantor kami di Ungaran. Mereka meembawa proposal tentang potensi desa mereka meski nama desanya masih asing di telinga.

Saya teus terang berminat membantu, setelah membaca company profile potensi desa mereka secara baik maka saya berkesimpulan bahwa para pemuda desa tadi mengajarkan kepada saya bahwa memperjuangkan potensi tanah kelahiran demi kebanggaan masyarakat adalah kebahagiaan. Desa Gedangan dengan potensi sungai irigasi dari mata air yang tidak pernah berhenti mengalir meski musim kemarau merupakan berkah bagi penduduknya.

Terletak di kawasan hutan PSDA provinsi jawa tengah menjadikan keberadaannya dilindungi dari kepemilikan perorangan dan dimanfaatkan bagi kemakmuran masyarakat desa. Ini pula yang mendorong saya melakukan survei dan social mapping terhadap potensi desa gedangan yang menurut penilaian awal saya karena keasrian daerahnya, kerapian tata letak rumah warganya dan daya dukung akses strategis secara posisi dari tiga kabupaten kota (kabupaten semarang, kota salatiga dan kabupaten magelang) menjadi daya tarik tersendiri bagi terpenuhinya sapta pesona sebagai prasyarat desa wisata.

Desa gedangan terutama dusun karangnangka memiliki historis tersendiri, nama buah-buahan baik nangka dan gedang (pisang) menjadikan ikon asli daerah tersebut bahwa dulunya di kawasan tersebut pernah banyak tumbuh.

Namun berjalannya waktu, berganti dengan tanaman duku, durian dan rambutan. Kembali pada fungsi sungai kali ngodo di dusun karangnangka, desa gedangan oleh para pemuda didesain sebagai kawasan wisata. Alhamdulilah saya bisa ikut membantu advokasinya kepada aparatur desa guna mendapatkan prioritas dana desa. Setelah mendengar lebih dalam tentang permasalahan yang terjadi baik konflik sosial dengan kepala desa setempat (padahal posisi rumah kepala desa ada di dusun karangnangka), keterbatasan sumber daya, ancaman pembelian lahan dari pengusaha, rayuan pihak ketiga dalam pengeolaan aset wisata dan belum bersatunya suara masyarakat tentang potensi emas desa tersebut menyebabkan perlu adanya kebertahapan dalam membangun konsep desa wisata sesuai dengan kearifan lokal masyarakat tersebut. Kali ngodo yang difungsikan untuk irigasi, air minum alami dan sebagian sisanya dibuang mengalir ke rawa pening menantang para pemuda untuk mengelolanya menjadi objek tujuan wisata sekaligus untuk menjaga kelestarian alam sungai dan flora faunanya.

Airnya yang jernih dan segar, mengalir sepanjang waktu membuat berkah bagi masyarakat kecamatan Tuntang. Saya bersama beberapa teman menguji adrenalin kami menyusuri jalur sungai yang relatif aman diantara kedalaman sungai  50 cm hingga 100 m dengan jarak tempuh hingga 3 km. Ada banyak hal yang kami pelajari di wisata tubbing (susur sungai dengan naik ban bekas), kami tertawa dan tersenyum jika ada kewajiban lucu terjadi diantara kami.

Kami bersyukur atas keindahan alam yang telah Alloh SWT anugerahkan kepada desa ini, semuanya mengantarkan kepada kami akan kesadaran pentingnya kelestarian alam bagi semua makhluk hidup. Selesai kami bertubbing ria, maka kami diangkut dengan mobil pick up menyusuri jalan-jalan desa yang kanan kirinya rumah warga. Saya menyebutnya jalan sutera, warga bisa memanfaatkan kunjungan wisatawan domestik dan luar negeri (pernah ada turis Jerman nyasar kemari) untuk menikmati sajian kuliner asli desa yang ternyata setelah kami nikmati, enak banget (didorong rasa kelaparan dan lelah).

Sambil menikmati udara desa di home stay, dan ditemani cemilan enak dan kopi pahit membuat nikmat hidup ini jangan lupa dikenang. Saya mendata ada cukup banyak usaha ekonomi masyarakat yang hidup dan bertahan di desa mulai industri makanan daerah, industri camilan, industri tusuk sate dari bambu dan industri rumah tangga yang lain. Desa wisata gedangan seakan menungguku untuk arahan berikutnya, semoga engkau selalu bersabar ya sayang. Ada beberapa tugas pribadi kanda yang harus kanda selesaikan, dan janjiku akan datang kembali untukmu.

Tiga desa tiga cinta, mereka menuntut inovasi dalam menjadikannya menarik dan layak dikunjungi. Ruh sospreners menuntun saya untuk mewujudkan semua itu, semoga Alloh SWT mendengar doa saya dan mengetuk hati semua orang unbtuk kembali muhasabah cintanya kepada tanah kampung halamannya. Tiga desa tiga cinta adalah narasi kerinduan seorang anak terhadap kampung halamannya di adiwerna, Tegal Jawa Tengah. Semoga akan ada orang baik yang akan merangkai berbagai kebaikan di sana. Tiga desa tiga cinta adalah dedikasi kader bangsa untuk menjadikan mimpinya tak sekedar harapan namun kenyataan. Buat tim sinergitas.id , saya mencintai kalian semua, terima kasih buat ilmunya … yuk Mbangun Ndesa, Nata Kutha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.